Minggu, 20 Oktober 2013

PENGARUH ISLAM DALAM MASYARAKAT MADINAH

PENGARUH ISLAM DALAM MASYARAKAT MADINAH

I.     PENDAHULUAN
Kota Yatsrib merupakan kota terpenting sesudah Makkah di Hijaz. Saat Nabi Muhammad SAW. hijrah kota ini berganti Madinah. Pada permulaannya islam, Yatsrib menjadi pusat pemerintahan.  Kota Madinah merupakan kota dimana Islam berkembang. Madinah sebelum kedatangan Islam keadaannya sama seperti kota-kota di Arab. Datangnya Islam di Madinah memberikan cahaya baru bagi kehidupan masyarakat Madinah yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Dalam perjalanannya mengemban wahyu Allah, Nabi memerlukan suatu strategi yang berbeda di mana pada waktu di Makkah Nabi lebih menonjolkan dari segi tauhid dan perbaikan akhlak tetapi ketika di Madinah Nabi banyak berkecimpung dalam pembinaan/pendidikan sosial masyarakat karena disana beliau diangkat sebagai Nabi sekaligus sebagai kepala negara. Dari uraian tersebut dapat merumuskan ke dalam permasalahan yaitu bagaimana kondisi masyarakat di Madinah, dan bagaimana pula pembangunan masyarakat Madinah.
II.  RUMUSAN MASALAH
A.       Bagaimana kondisi masyarakat Madinah saat Rasulullah hijrah?
B.       Bagaimana pembangunan masyarakat Madinah terhadap kepemimpinan Rasulullah?
III.   PEMBAHASAN
A.  Kondisi masyarakat Madinah saat Rasulullah hijrah
Dalam perjalanan ke Yatsrib, Nabi SAW. ditemani oleh Abu Bakar bersinggah di salah satu rumah kalsum bin Hindun dan di halaman rumahnya, dibangun  sebuah masjid. Tak lama kemudian, penduduk Yatsrib sangat antusias menyambut kedatangan Nabi SAW. Sebagai penghormatan terhadapnya. Sebagai tanda penghormatan kepada Nabi SAW., nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi (kota Nabi) atau Madinatul Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari sana islam memancarkan keseluruh dunia [1].
Tanggapan Penduduk Yatsrib memeluk agama islam dengan penuh ikhlas, serta dengan tulus membantu Nabi SAW dalam menyiarkan islam. Matahari islam pun bersinar di atas langit bersih kota Madinah dan cahayanya mulai memancar luas. Salah satu hasil pertamanya adalah keadaan perang yang telah lama mencekam dua kabilah A’us dan Khazaraj berubah menjadi damai dan persahabatan. Orang-orang mukmin Madinah dan kabilah-kabilah di wilayah Madinah pun memeluk agama islam. Undang-undang Allah pun di wahyukan dan kemudian diwujudkan serta dipraktekkan untuk sebagai bentuk perilaku jahat dibasmi dan diganti dengan kesalehan dan keadilan.
Kondisi masyarakat yang dihadapi Rasulullah SAW. pada saat hijrah dapat dibagi kepada tiga kelompok. Adapun tiga kategori kelompok masyarakat sebagai berikut :[2]
1.    Kategori kelompok pertama adalah Para sahabat yang suci, mulia, dan baik
Masalah yang di hadapi oleh Rasulullah SAW. dengan para sahabat pada kondisi kehidupan di Madinah, sangat berbeda dengan kondisi beliau hadapi di Mekkah. Sejak pertama kali datang, kaum Muslimin bisa memegang kendali atas diri dan urusan mereka. Mereka harus beradaptasi dengan kondisi baru, dengan peradaban, kemajuan, kehidupan perekonomian, perpolitikkan, pemerintahan, perdamaian, dan peperangan, pemilihan antara halal dan haram, ibadah dan akhlak serta permasalahan lainnya yang berhubungan dengan hidup dan kehidupan.
Masyarakat Madinah yang memiliki keistimewaan dibandingkan dengan tatanan masyarakat maupun di dunia sehingga meraka harus menjadi miniatur dan teladan bagi dakwah islamiyyah dengan berbagai bentuk rintangan, siksaan, serta tantangan dalam kurun waktu sepuluh tahun kedepan.
2.    Kategori kelompok kedua adalah orang-orang Musyrik yang tidak beriman sama sekali.
Mereka berasal dari berbagai kabilah di Madinah. Mereka tidak memiliki kekuasaan atas orang-orang muslimin. Namun di antara mereka ada yang dihinggapi keragu-raguan untuk meninggalkan agama leluhur mereka. Tetapi mereka tidak pernah berpikir untuk memusuhi kaum muslim.
Dalam waktu bersamaan, mereka pun merelakan agama leluhur mereka lalu memeluk islam. Diantara mereka masih menyimpan dendam permusuhan terhadap diri Rasulullah dan orang-orang islam, akan tetapi mereka tidak menampakkan hal tersebut secara langsung serta diantara mereka pun terpaksa menampilkan wajah rela, cinta, dan kemurnian karena berbagai pertimbangan.
3.    Kategori kelompok ketiga adalah orang-orang Yahudi
Mereka adalah golongan Yahudi. Ketika mereka berada di bawah tekanan bangsa Asyur dan Romawi, mereka cenderung berpihak kepada orang–orang Hijaz, walaupun pada dasarnya mereka adalah orang-orang Ibrani. Mereka berubah setelah bergabung dengan orang-orang Hijaz, dengan meniru gaya hidup mereka menjadi gaya hidup oang Arab, berbahasa Arab serta mengenakan pakaian seperti orang-orang Arab.
Mereka juga memelihara rasa fanatisme mereka sebagai orang Yahudi dan tidak mencair secara total dengan bangsa Arab. Bahkan mereka pun berbangga diri sebagai predikat mereka sebagai bani Israil (Yahudi) dan masih sempat meremahkan orang-orang Arab.
Mereka tidak terlalu berambisi untuk menyebar-luaskan agama yang dianutnya. Isi materi agama mereka berkutat pada masalah-masalah ramalan, nasib, sihir, mantera-mantera, hembusan pada buhul.
Mereka selalu trampil dalam masalah pencarian sumber kehidupan dan mata pencaharian. Mereka pun selalu menguasai perputaran bisnis biji-bijian, kurma, khamr, serta jual beli kain.
Di Madinah mereka mempunyai tiga kabilah yang terkenal, antara lain:
1.        Bani Qainuqa. Mereka adalah sekutu Khazraj, perkampungan mereka berada di dalam kota Madinah
2.        Bani Nadhir. Mereka adalah dulunya sekutu Khazraj yang bertempat pinggiran di kota Madinah
3.        Bani Quraidzah. Dulunya mereka dari sekutu Aus, dan bertempat tinggal di pinggiran kota Madinah.
Tiga kabilah inilah yang telah menyulut api peperangan antara Aus dan Khazraj sejak masa lampau. Mereka juga berperan atas terpecahnya Perang Bu’ats karena masing-masing bergabung dengan sekutunya
Kelompok mereka inilah tidak bisa di harapkan untuk melirik islam sebab mereka memandang islam dengan pandangan hasut dan kedengkian. Rasulullah SAW. tidak berasal dari ras mereka sehingga gejolak fanatisme rasial mereka telah cukup membuat mereka merasa tenang.
Dengan kata lain, kesatuan dari kabilah-kabilah Arab yang berada di Yatsrib akan tetap terpelihara dari berbagai cengkraman tipu muslihat Yahudi tidak akan berpengaruh dan bisnis perdagangan kotor mereka siap menghadapi kegagalan.
B.  Pembangunan masyarakat Madinah terhadap kepemimpinan Rasulullah.
Nabi SAW. resmi menjadi pemimpin penduduk kota Madinah, berbeda periode Makkah pada periode Madinah, islam merupakan kekuatan politik. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara.[3]
Nabi SAW. mengajarkan dan meletakkan pendidikan sebagai dasar-dasar kehidupan bermasyarakat sehingga dapat memperkokoh masyarakat Madinah sebagai negara baru itu.
Adapun  titik tekan pendidikan islam pada periode Madinah adalah
1.      Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan sosial dan politik. Dalam hal ini Nabi melaksanakan pendidikan sebagai berikut :
a.       Nabi mengikis sisa permusuhan dan pertengkaran antar suku dengan jalan mngikat tali persaudaraan di antara mereka
b.      Nabi menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk usaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti di Makkah
c.       Menjalin kerjasama dan tolong-menolong dalam membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur
d.      Shalat jum’at sebagai media komunikasi seluruh umat islam
2.      Pendidikan sosial dan kewarganegaraan dilaksanakan melalui :
a.       Pendidikan ukhuwah (persaudaraan) antar kaum muslimin
b.      Pendidikan kejahteraan keluarga kaum kerabat
3.      Pendidikan anak dalam islam. Rasulullah selalu mengingatkan kepada umatnya, antara lain :
a.       Menjaga diri dan anggota keluarga dari api neraka
b.      Meninggalkan anak dan keturunan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya menghadapi tantangan hidup
c.       Orang yang dimuliakan Allah adalah orang yang berdoa agar dikaruniai keluarga dan anak keturunan yang menyenangkan hati
4.      Pendidikan Hankam dakwah islam
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, Nabi meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat melalui :
Dasar pertama, dalam pembangunan masjid, selain untuk tempat shalat, juga sebagai sarana mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, disamping sebagai tempat bermusyawarah merunding masalah-masalah yang dihadapi. Masjid pada masa Nabi berfungsi sebagai pusat pemerintahan.
Dasar kedua, adalah ukhuwah Islamiyyah, persaudaraan sesama muslim. Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin, orang-orang yang hijrah dari Makkah ke Madinah dan Anshar, penduduk Madinah yang sudah masuk islam dan ikut membantu kaum Muhajirin
Dasar ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama islam. Di Madinah, selain orang-orang Arab islam, juga terdapat golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka.
Nabi SAW. mengadakan ikatan perjanjian dengan Yahudi dan bangsa Arab yang masih menganut agama nenek moyang. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas dikeluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Dalam perjanjian itu jelas disebutkan bahwa Rasulullah menjadi kepala pemerintahan karena sejauh menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak diberikan kepada beliau. Dalam bidang sosial, beliau juga meletakkan dasar persamaan antara sesama manusia. Perjanjian ini dalam pandangan tatanegaraan sekarang, sering disebut dengan Konstitusi Madinah [4].
Berikut ini isi perjanjian dari Nabi SAW. berlaku antara orang-orang mukmin dan muslim dari Quraisy dan Yatsrib serta siapapun yang mengikuti mereka menyusul di kemudian hari dan yang berjihad bersama mereka yaitu mereka adalah : [5]
1.    Mereka adalah masyarakat (umat) yang (mandiri) di luar golongan manusia lain (berbeda dari yang lain).
2.    Orang-orang Muhajirin dari Quraisy dengan kebiasaan mereka sebelumnya harus saling bekerja sama dalam membayarsuatu tebusan. Semua orang mukmin harus menebus orang yang ditawan dengan cara baik dan adil.
3.    Orang mukmin tidak boleh meninggalkan tanggung jawabnya terhadap agama dan keluarganya di antara mereka. Hendaknya dia memberi dengan cara yang baik dalam membayar tebusan kebebasan tawanan.
4.    Orang-orang mukmin yang bertaqwa harus melawan orang-orang yang berbuat dzalim, berbuat jahat dan kerusakan diantara mereka sendiri.
5.    Mereka harus melawan hal seperti itu secara bersama-sama, walaupun dia adalah anaknya sendiri
6.    Seorang mukmin tidak boleh membunuh seorang seorang mukmin yang  lain demi membela orang kafir.
7.    Seorang mukmin tidak boleh menolong orang kafir dan mengabaikan orang mukmin lainnya.
8.    Jaminan Allah hanyalah satu, orang yang paling lemah sekali pun berhak memperoleh perlindungan
9.    Jika ada orang-orang Yahudi yang mengikuti kita maka mereka berhak mendapat pertolongan dan persamaan hak, tidak boleh dizalimi dan ditelantarkan.
10.    Perdamaian orang-orang mukmin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh melakukan perdamaian sendiri sementara mukmin yang lainnya tengah berperang di jalan Allah. Mereka harus sama dan adil.
11.    Seorang mukmin harus menampung mukmin yang lainnyasehingga darah mereka terlindungi di jalan Allah.
12.    Orang Musyrik tidak boleh melindungi harta dan diri orang Quraisy serta mereka tidak boleh merintangi orang-orang mukmin.
13.    Siapa pun yang  membunuh orang mukmin yang tidak bersalah, dia harus mendapat hukuman yang setimpal, kecuali jika wali orang yang terbunuh merelakannya.
14.    Semua orang mukmin harus membelanya tidak boleh hanya berpangku tangan saja.
15.    Orang mukmin tidak boleh menampung dan membantu orang jahat.
Barang siapa yang melakukannya. Dia akan mendapatkan laknat dan kemurkaan Allah pada hari kiamat dan tidak ada tebusan yang bisa diterima.
16.    Perkara apa pun yang kalian perselisihkan harus dikembalikan kepada Allah dan Muhammad SAW.
Sejalan dengan perkembangan awal umat Islam, nabi kemudian menyusun aturan kemasyarakatan yang lebih luas cakupannya. Melalui beberapa kali musyawarah dengan berbagai kelompok penduduk Madinah, akhirnya dirumuskan aturan yang dibakukan secara tertulis yang dikenal sebagai Piagam Madinah (as-Shahifah al-Madaniyyah atau al-Misaq al-Madaniyah)[6].
Piagam ini berfungsi sebagai semacam undang-undang politik kemasyarakatan bagi semua golongan yang ada di  kota tersebut. Di dalamnya tertuang aturan-aturan yang berkenaan dengan orang-orang Muhajirin, Anshar, dan Yahudi yang bersedia hidup berdampingan dengan kaum muslim.
Piagam ini bersifat terbuka,selalu dapat ditambahkan dengan rumusan aturan baru sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Dalam perkembangannya, Piagam Madinah berisis empat bagian yang terdiri atas 70 pasal. Piagam ini tidak ditulis dalam waktu yang bersamaan; antara pasal-pasal pada suatu bagian lain sering terdapat pengulangan atau penjelasan lebih terperinci tentang persoalan yang sudah dikandung dalam bagian lain.
Dari ringkasan 70 pasal Piagam Madinah, terdapat beberapa asas yang dapat dianut yaitu:  
a.       Asas kebebasan beragama
Negara mengakui dan melindungi setiap kelompok untuk beribadah menurut agamanya masing-masing.
b.      Asas persamaan
Semua orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota masyarakat, wajib saling membantu dan tidak boleh seorangpun dilakukan secara buruk. Bahkan orang lemahpun harus dilindungi dan dibantu.
c.       Asas kebersamaan
Semua anggota masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap negara.
d.      Asas keadilanSemua anggota masyarakat mempunyai kedudukan yang sam di hadapan. Hukum harus ditegakkakn. Siapapun yang melanggar harus dikenai hukuman. Hak individual diakui. 
e.       Asas perdamaian dan keadilan  
f.       Asas musyawarah
Menurut Syadzali menguraikan bahwa dasar-dasar kenegaraan yang ter dapat dalam Piagam Madinah adalah pertama, umat islam merupakan satu komunitas islam (umat) meskipun berasal dari suku yang beragam. Kedua, hubungan antara sesama anggota komunitas islam dan antara anggota komunitas-komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsip : a). Bertetangga baik, b). Saling membantu dalam menghadapi musuh, c). Membela mereka yang teraniaya, d). Saling menasehati, dan e). Menghormati kebebasan beragama  [7]
IV.   KESIMPULAN
Dari pembahasan tersebut, dapat disimpulkan dari sisi kondisi masyarakat Madinah saat Nabi berhijrah ke Madinah adalah masyarakat Madinah menyambut rasa penuh kegembiraan dan antusias diantaranya ada tiga kategori kelompok masyarakat Madinah saat Rasulullah berhijrah yaitu:
1.              Kategori kelompok pertama adalah Para sahabat yang suci, mulia, dan baik
2.              Kategori kelompok kedua adalah orang-orang Musyrik yang tidak beriman sama sekali.
3.              Kategori kelompok ketiga adalah orang-orang Yahudi
Dalam pembangunan masyarakat Madinah terhadap kepemimpinan Rasulullah terdapat beberapa titik tekan pendidikan islam periode Madinah yaitu:
1.              Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan sosial dan politik.
2.              Pendidikan sosial dan kewarganegaraan
3.              Pendidikan anak dalam islam.
4.              Pendidikan Hankam dakwah islam
Dalam perkembangan umat islam, Nabi membuat aturan kemasyarakatan dari kelompok penduduk Madinah yang dikenal dengan Piagam Madinah. Piagam Madinah dibuat untuk mempersatukan orang-orang Muhajirin, Anshar, dan Yahudi supaya hidup berdampingan dengan kaum muslim.
V.      PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami susun. Segala kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan karena kami hanyalah manusia biasa yang jauh dari kesempurnaan. Harapan kami dengan disusunnya makalah ini, pembaca maupun pendengar dapat memahami materi yang disampaikan, sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin

















DAFTAR PUSTAKA
Shafiyyurahman al-Mubarakfury, Syaikh 2007, Shahih Sirah Nabawiyah, Bandung : Darul Aqidah
Supriyadi, Dedi. 2008.  Sejarah Peradaban Islam. Bandung : Pustaka Setia.
Syukur, Fatah, 2009,  Sejarah Peradaban Islam, Semarang : Pustaka Riski Putra.
Yatim, Badri, 2003, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Grafindo Persada.











[1]               Dr. Badri Yatim, M.A, 2003, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada), hlm 25.
[2]               Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfury. 2007, Shahih Sirah Nabawiyah, (Bandung : Darul Aqidah), hlm 222-226.
[3]               Drs. Fatah Syukur NC., M.Ag, 2009,  Sejarah Peradaban Islam, (Semarang : Pustaka Riski Putra), hlm 38-41
[4]               Dr. Badri Yatim, M.A, 2003, Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta: Grafindo Persada), hlm 26
[5]               Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfury. 2007, Shahih Sirah Nabawiyah, (Bandung : Darul Aqidah), hlm 236-237

[7] Dedi Supriyadi, M.Ag,. 2008.  Sejarah Peradaban Islam. (Bandung : Pustaka Setia), hlm 65

Tidak ada komentar: