Minggu, 20 Oktober 2013

Tanamkan Karakter Bangsa

Tanamkan Karakter Bangsa

Sudah saatnya membuka cakrawala baru, buat mahasiswa yang berhasil memasuki tahap seleksi masuk perguruan Tinggi. Adakalanya, hampir semua dikalangan Perguruan Tinggi melaksanakan tahap kedua, yaitu suatu kegiatan yang berajang perpeloncoan pada mahasiswa senior terhadap mahasiswa yunior yang bernama OSPEK ( Orientasi Studi dan pengenalan kampus).
Makna dari perpeloncoan tersebut merupakan kurang didaktis oleh mahasiswa senior, kemungkinan mereka harus lebih melakukan dispensasi, sehingga akan menimbulkan kurangnya potensi yang dimiliki Maba. Lama kelamaan akan jenuh dan akhirnya menimbulkan suatu pertanda yang kurangnya komitmen yang baik. Dari situlah para mahasiswa baru dituntutnya untuk mengikuti ajang perpeloncoan yang kabarnya mengundang unsur kekerasan atau nilai-nilai yang amoral dari kalangan Perguruan Tinggi.
Sebenarnya kegiatan tersebut akan berdampak pada psikologis, etika, dan harga diri seseorang. Padahal jika kegiatan itu dirunut dan dibenahi dengan baik tentu akan membuahkan hasil dari tujuan sebenarnya.
Perlu disadari bahwa, orientasi bukanlah penilaian yang seperti teruraikan diatas, semua itu harus ada mentransformasikan kedalam suatu dinamika yang membangunkan mahasiswa baru (maba) dalam wujud pendidikan yang berbasis karakter.


Jika orientasi tersebut tetap bergulir, maka perlu dikembangkan dan memotivasi mahasiswa baru (maba) agar diharapkan membangkitkan sebuah karakter jiwa seseorang misalnya, minat dan bakat yang tertanam diri seseorang. Kegiatan tersebut juga menjadikan suatu wahana baru untuk mengedepankan nilai-nilai humanis, misalnya, untuk menunjang aktivitas studi di kampus, solidaritas yang tinggi terhadap mahasiswa yang lain, dan kreativitas dalam mengikuti kegiatan UKM

ILMUAN ISLAM DALAM BIDANG ILMU KIMIA

ILMUAN ISLAM DALAM BIDANG ILMU KIMIA














DISUSUN OLEH:
Nita Sufiati                              (103611014)
Noor Muhammad Toha          (103611015)
Nurifta Putri                           (103611016)
Ratna Wulandari                    (103611017)
Rizka Rusdiana                      (103611018)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013











ILMUAN ISLAM BIDANG ILMU KIMIA
Sebenarnya sangatlah sulit untuk mencari bidang ilmu pengetahuan yang tidak berhutang budi kepada para Ilmuan Islam. Karena sejak seribu tahun yang lalu, ketika umat muslim adalah pembawa obor pengetahuan pada zaman kegelapan. Mereka menciptakan peradaban Islam, didorong oleh penelitian dan penemuan ilmiah, yang membuat bagian dunia lainya iri selama berabad-abad.
Berikut ini adalah para ilmuan dan cendikiawan Islam dalam bidang ilmu kimia diantaranya:
1.                Khalid bin Yazid 701 (Meninggal) (Ilmuan Islam yang menemukan Mesiu)
Menguasai teknologi persenjataan merupakan salah satu faktor ysng membuat Kekhalifahan Islam di masa kejayaan menjadi begitu tangguh. Selain mumpuni dalam seni pembuatan pedang, dunia Islam pun mampu menggenggam teknologi pembuatan bubuk mesiu- bahan peledak yang digunakan untuk meriam. Suatu yang baru diketahui peradaban Barat pada abad ke-14 M.
Meski sejumlah pakar bersepakat bahwa mesiu (gunpowder) pertama kali ditemukan peradaban Cina pada abad ke-9 M. Namun, fakta sejarah juga menyebutkan bahwa ahli kimia Muslim bernama Khalid bin Yazid (wafat tahun 709 M) sudah mengenal potassium nitrat (KNO3)  bahan utama pembuat mesiu  pada abad ke-7 M. Dua abad lebih cepat dari Cina.
''Rumus dan resepnya dapat ditemukan dalam karya-karya Jabir Ibnu Hayyan (wafat tahun 815 M), Abu Bakar Al-Razi (wafat tahun 932) dan ahli kimia Muslim lainnya," papar Prof Al-Hassan. Dari abad ke abad, istilah potasium nitrat di dunia Islam selalu tampil dengan beragam nama seperti natrun, buraq, milh al-ha'it, shabb Yamani, serta nama lainnya.

Salah satu kelebihan peradaban Islam dibandingkan Cina dalam penguasaan teknologi pembuatan mesium adalah proses pemurnian potasium nitrat. Sebelum bisa digunakan secara efektif sebagai bahan utama pembuatan mesiu, papar Al-Hassan, potasium nitrat harus dimurnikan terlebih dahulu.
Ada dua proses pemurnian potasium nitrat yang tercantum dalam naskah berbahasa Arab. Proses pemurnian yang pertama dicetuskan Ibnu Bakhtawaih pada awal abad ke-11 M. Dalam kitab yang ditulisnya berjudul Al-Muqaddimat yang disusun pada tahun 402 H/1029 M, Ibnu Bakhtawaih menjelaskan tentang pembekuan air dengan menggunakan potasium nitrat - yang disebut sebagai shabb Yamani.
Proses pemurnian potasium nitrat juga termaktub dalam buku berjudul Al-Furusiyyah wa Al-Manasib Al-Harbiyyah karya Hasan Al-Rammah - ilmuwan Muslim pada abad ke-13 M. Dalam karyanya itu, Al-Rammah menjelaskan proses pemurnian potasium nitrat secara komplet. "Prosesnya purifikasi yang disusun Al-Rammah menjadi standar baku yang dapat kita temuka dalam beragaman risalah kemiliteran," imbuh Prof Al-Hassan.
Al-Rammah menjelaskan secara rinci dan jelas tentang proses pemurnian potasium nitrat. Metode pembuatan potasium nitrat ini kerap diklaim peradaban Barat sebagai temuan Roger Bacon. Namun klaim itu dipatahkan sendiri oleh ilmuwan barat bernama Partington. "Proses pembuatan saltpetre - nama lain potasium nitrat - pertama kali diketahui dari Hasan Al-Rammah.
Prof Al-Hassan menemukan fakta bahwa potasium nitrat begitu banyak digunakan pada saat meletusnya Perang Salib. Pada tahun 1249 M, Raja Louis IX dari Prancis mengobarkan Perang Salib VII. Pasukan tentara Perang salib dari Prancis berniat menyerbu Mesir. Dalam Pertempuran Al-Mansurah yang meletus tahun 1250 M, pasukan tentara Salib dibuat kocar-kacir oleh pasukan Muslim.
Bahkan, Raja Louis IX pun takluk dan ditahan karena tak mampu menghadapi kehebatan mnocong meriam dan roket. Pada saat itu, pasukan Muslim sudah menggunakan bubuk mesiu sebagai bahan peledak meriam. Jean de Joinville, salah seorang perwira tentara Perang Salib, menjelaskan dengan betapa hebatnya dampak proyektil yang ditembakkan meriam tentara Muslim terhadap pasukan tentara Prancis.
Kalangan sejarawan menafsirkan kesaksian Joinville itu. Menurut para sejarawan, proyektil yang dijelaskan Joinville itu pastilah mengandung bubuk mesiu. Kehebatannya mampu membuat kocar-kacir pasukan tentara Salib. Lembaga Ruang Angkasa Amerika Serikat (NASA) dalam publikasinya mengenai sejarah roket juga mengakui teknologi militer dunia Islam di abad ke-13 M.
"Pasukan tentara Muslim melengkapi persenjataannya dengan roket yang ditemukannya sendiri. Saat Perang Salib VII mereka menggunakannya untuk melawan pasukan Prancis yang dipimpin Raja Louis IX." Dua dasawarsa berikutnya Raja Louis mencoba kembali menyerang Tunisia.
Namun, dendamnya itu justru berakhir dengan kematian baginya. Pasukan Muslim dibawah kekuasaan Dinasti Mamluk dengan mesiu dan senjatanya kembali membuat kocar-kacir tentara Salib. Sejarawan Inggris, Steven Runciman dalam bukunya A History of the Crusades menuturkan bahwa mesiu digunakan secara besar-besaran pada 1291 M di akhir Perang Salib.
Sejak itu, persenjataan militer menggunakan mesiu secara besar-besaran Pada tahun 1453 M, Sultan Muhammad II Al-Fatih dari Turki juga mampu menaklukkan kepongahan Konstantinopel dengan mesiu dan meriam raksasa. Dalam empat risalah berbahasa Arab disebutkan pada perang Ayn Jalut di Palestina pada tahun 1260 M antara tentara Islam sudah menggunakan meriam kecil yang bisa dijinjing saat bertempur melawan Mongol.
Meriam dan mesiu digunakan dalam peperang di abad pertengahan untuk menakuti kuda-kuda dan pasukan kavaleri musuh. Selain menggunakan mesiu untuk persenjataan, pada era itu juga digunakan untuk membuat mercon. Dinasti Mamluk dalam perayaan-perayaan di abad ke-14 M, dilaporkan biasa menampilkan atraksi petasan. Istilah petasan sudah disebutkan dalam harraqat al-naft or harraqat al-barud.
Seorang penjelajah asal Prancis bernama Bertrandon de la Brocquiere terperangah melihat pertunjukan petasan ketika tiba di Beirut pada tahun 1432 M. Saat itu, penduduk Beirut tengah bersuka cita merayakan hari Idul Fitri. Brocquiere mengaku baru pertama kali melihat pertunjukan mercon. Pada era itu bangsa Prancis belum mengenal dan melihat mercon.
Pada waktu itulah, Brocquiere kemudian mencoba mempelajari rumus dan resep rahasia pembuatan mercon. Ia lalu membawa rumus-rumus yang diperolehnya ke Prancis. Sementara itu, untuk pertama kalinya mercon dikenal di Inggris pada tahun 1486 M ketika Henry VII menikah. Sejak era kekuasaan Ratu Elizabeth I, mercon dan kembang api mulai populer.
Sejak abad ke-13 M, peradaban Islam sudah mampu menyusun rumus dan komposisi mesiu serta bahan lainnya yang digunakan untuk membuat berbagai jenis bahan peledak. Peradaban Barat lalu meniru dan menggunakan teknologi yang dimiliki dan dikuasai umat Islam di era keemasan itu.
Meski berutang kepada peradaban Islam, pencapain sangat tinggi yang diraih umat Islam dalam teknologi pembuatan mesiu dan meriam kerap kali dihilangkan para sejarawan Barat. Sejarah Barat selalu menyebutkan sejarah mesiu dari Cina langsung ke Barat, tanpa menyebut pencapaian di dunia Islam.

2.                 Jabir Ibnu Hayyan 721-803
http://azzein.files.wordpress.com/2011/10/jabir-ibn-hayyan.jpg?w=221&h=300
Di zaman modernesasi saat ini, ilmu kimia sudah tidak asing lagi kedengarannya di telinga kita dan bukan merupakan suatu hal yang baru dalam ilmu pengetahuan. Tapi pertanyaannya apakah kita sudah tahu bagaimana proses berkembangnya ilmu kimia dan siapa tokoh yang membawa ilmu kimia menjadi sangat populer dan berkembang pesat hingga saat ini. Karena kita sebagai mahasiswa muslim scientist, maka kita harus tahu ilmuwan muslim yang sangat berpengaruh khususnya di bidang kimia, yaitu Jabir Ibnu Hayyan.
Abu Musa Jabir bin Hayyan adalah nama lengkapnya yang oleh orang-orang Eropa dikenal dengan julukan Geber. Beliau lahir di Kuffah, Irak pada tahun 750 M dan wafat pada tahun 803 M. Kontribusi terbesar Jabir ini adalah khusus dalam bidang kimia. Keahliannya ini didapatnya dengan ia berguru pada Barmaki Vizier, di masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid di Baghdad. Ia mengembangkan teknik eksperimentasi sistematis di dalam penelitian kimia, sehingga setiap eksperimen dapat direproduksi kembali.
Jabir menekankan bahwa kuantitas zat sangat berhubungan dengan reaksi kimia yang terjadi, sehingga dapat dianggap Jabir telah merintis ditemukannya hukum perbandingan tetap. Kontribusi lainnya antara lain dalam penyempurnaan proses kristalisasi, destilasi, kalsinasi, sublimasi dan penguapan serta pengembangan instrumen untuk melakukan proses-proses tersebut.
Tokoh besar yang dikenal sebagai “The father of modern chemistry” ini ternyata tidak hanya ahli di bidang kimia, akan tetapi beliau juga ahli di bidang farmasi, fisika, filosofi dan astronomi. Jabir Ibnu Hayyan terbukti telah mampu mengubah persepsi tentang berbagai kejadian alam yang pada saat itu dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat diprediksi, menjadi suatu ilmu sains yang dapat dimengerti dan dipelajari oleh manusia.
Jabir Ibnu Hayyan-lah yang menemukan asam klorida, asam nitrat, asam sitrat, asam asetat, teknik destilasi dan teknik kristalisasi. Beliau juga yang menemukan larutan aqua regia (dengan menggabungkan asam klorida dan asam nitrat) untuk melarutkan emas. Penemuan-penemuannya di bidang kimia telah menjadi landasan dasar dalam berkembangnya ilmu kimia dan teknik kimia modern saat ini.
Jabir Ibnu Hayyan juga mampu mengaplikasikan pengetahuannya di bidang kimia kedalam proses pembuatan besi dan logam lainnya, serta pencegahan karat. Beliau adalah orang pertama yang mengaplikasikan penggunaan mangan dioksida pada pembuatan gelas kaca. Beliau juga orang pertama kali yang mencatat tentang pemanasan wine akan menimbulkan gas yang mudah terbakar. Hal inilah yang kemudian memberikan jalan bagi Al-Razi untuk menemukan etanol.
Semua penelitian Jabir tentang ilmu kimia ini ternyata diterjemahkan kedalam bahasa latin dan menjadi buku teks standar untuk para ahli kimia di Eropa saat ini. Beberapa diantaranya adalah kitab Al-Kimya yang diterjemahkan pada 1144 dan Al-Sab’een yang edisi terjemahanya terbit pada 1187. Beberapa tulisan Jabir juga diterjemahkan oleh Marcelin Berthelot ke dalam beberapa buku, yaitu Book of the kingdom, Book of the Balances, dan Book of Eastern Mercury.
Kemajuan pesat ilmu kimia berawal dari hasil kerja keras pakar kimia Muslim, yaitu Jabir bin Hayyan yang tenar dengan nama Geber di Eropa. Bahkan, seperti yang ditulis oleh Ibnu Khaldun dalam bukunya Tarikh Ibnu Khaldun I/695, Jabir Ibnu Hayyan pernah dinobatkan sebagai ilmuwan terbesar di semua masa. Para ilmuwan mengakui kapabilitasnya di bidang ilmu kimia, sampai-sampai ilmu kimia dinamakan ilmu Jabir. Namun pada saat ini ternyata ilmu kimia tetap saja disebut ilmu kimia. Dalam catatan sejarah, Jabir Ibnu Hayyan adalah orang yang pertama kali menemukan asam belerang, natrium karbonat, pottasium karbonat, dan sepuh. Zat-zat kimia ini sekarang sangat urgen, bahkan hampir menjadi salah satu dasar perkembangan peradaban pada abad 19 dan 20 di bidang kimia, farmasi, pertanian, dan lain lain.
Ilmuwan yang terkenal sebagai sufí ini menemukan metode-metode baru dalam memajukan dan memilih pengobatan, melalui kristalisasi, isolasi, penyaringan, dan penguapan yang merupakan aktivitas vital dalam ilmu kimia dan farmasi. Jabir Ibnu Hayyan menunjukkan betapa pentingnya eksperimen dan metodologi penelitian. Hal ini ia lakukan sebelum para ilmuwan Barat. Jabir pernah berkata didalam bukunya, “Di antara tugas orang yang bergelut di dunia kimia adalah bekerja dan melakukan eksperimen ilmiah, sebab pengetahuan tidak akan diperoleh kecuali dengan itu.”
Ilmuwan yang disebut sebagai Bapak Kimia Modern ini adalah peletak dasar metode ilmiah untuk penelitian eksperimental. Selain ia banyak mengarang buku di bidang ilmu kimia, beliau juga mengarang buku di bidang farmasi. Jabir telah menorehkan sederet karyanya kurang lebih dalam dua ratus (200) kitab. Sebanyak delapan puluh kitab yang ditulisnya mengkaji dan mengupas seluk-beluk ilmu kimia. Sebuah pencapaian yang terbilang amat prestisius. Sebanyak seratus dua belas (112) buku karya Jabir secara khusus ditulis untuk dipersembahkan kepada Barmakid selaku gurunya, yang juga pembantu atau wazir Khalifah Harun Ar- Rasyid. Buku-buku itu ditulis dalam bahasa Arab. Di antaranya, Sirr Al-Asrar (Rahasianya Rahasia), Al-Mawazin (Timbangan/Kesetimbangan), Al-Khawwash (Khasiat-Khasiat), dll. Sudah banyak bukunya yang diterjemakan dalam berbagai bahasa di Eropa dan menjadi literatur referensi selama beberapa abad di berbagai universitas di Eropa.
Pada abad pertengahan, orang-orang Barat mulai menerjemahkan karya-karya Jabir itu ke dalam bahasa Latin (Tabula Smaragdina). Dari ketujuh puluh kitab yang diterjemahkan itu, salah satu kitab Jabir yang terkenal adalah Kitab Az-Zuhra yang diterjemahkan menjadi Book of Venus dan Kitab Al-Ahjar yang dialih bahasakan menjadi Book of Stones. Sebanyak 10 buku lainnya yang ditulis oleh Jabir adalah kitab koreksi yang berisi klarifikasi mengenai para pakar kimia Yunani seperti Pythagoras, Socrates, Plato dan Aristoteles. Sisanya, kitab yang ditulis Jabir merupakan buku-buku keseimbangan. Dalam buku kelompok ini, Jabir melahirkan teori yang begitu terkenal, yakni ‘teori keseimbangan alam.’
Risalah-risalah karya Jabir yang secara khusus membahas ilmu kimia antara lain’ Kitab Al-Kimya dan Kitab As-Sab’in. Kitab penting itu juga sudah diterjemahkan ke bahasa Latin pada abad pertengahan. Kitab Al-Kimya menjadi sangat populer di Barat setelah diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Robert of Chester pada tahun 1144 M. Al-Kimya versi alih bahasa berjudul The Book Composition of Alchemy. Sedangkan Kitab Al-Sab’in diterjemkan oleh Gerard of Cremona.
Beberapa karya Jabir lainnya juga dialihbahasakan oleh Berthelot ke dalam bahasa Inggris, diantaranya; Book of Kingdom, Book of the Balances, serta Book of Eastern Mercur. Buku karya Jabir lainnya juga mendapat perhatian dari ilmuwan Inggris bernama Richard Russel.
Pada abad ke-17 M, Russel menerjemahkan buku yang ditulis Jabir ke dalam bahasa Inggris berjudul Sum of Perfection. Dalam buku itu, Russel memperkenalkan Jabir dengan nama Geber seorang pangeran Arab terkenal yang juga seorang filsuf. Sum of Perfection selama beberapa abad begitu populer dan berpengaruh. Buku itu telah mendorong terjadinya evolusi kimia modern. Begitu berpengaruhnya buku karya Jabir di Eropa dan Barat yang pada umumnya telah dibuktikan dengan munculnya beberapa istilah teknis yang ditemukan dalam kamus kimia Barat dan menjadi kosakata ilmiah yang sebelumnya digunakan Jabir seperti istilah ‘alkali.’
3.                 Al-Razi (Rhazes) 864-930
http://tqar.files.wordpress.com/2011/04/al-razi-1.jpg?w=134&h=173Salah satu nama yang mendominasi bidang Alkimia Arab adalah Al-Razi (c.854-935). Orang Eropa mengenalnya dengan sebutan Rhazes. Ia lahir di Rayy, Iran. Al-Razi adalah ilmuan muslim termayhur dibidang ilmu obat-obatan dan kedokteran pada abad ke 9 dan abad ke 10. Al-Razi juga seorang yang banyak mempertanyakan problem pengajaran keagamaan, namun pada bidang yang terahir ini ia tidak terlalu populer.
Al-Razi mencurahkan sebagian besar hidupnya untuk Alkimia. Ia sangat menolak bidang Alkimia yang menggunakan sihir dan mantra. Al-Razi lebih memfokuskan diri pada bidang Alkimia yang berpangkal-tolak dari uji empiris eksperimental. Ia sangat tertarik melakukan penelitian terhadap substansi-substansi kimia. Ia berusaha memberikan definisi yang jelas terhadap teknik-teknik mempelajari dan menggunakan ilmu Alkimia, seperti misalnya tentang penyulingan, dan lain sebagainya. Al-Razi juga mengusulkan perlengkapan laboratorium penelitian Alkimia dengan beberapa instrumen penting seperti kuningan yang banyak digunakan dalam perhitungan geometri. Instrumen kunigan ini berisi informasi tentang nama-nama logam, yang kelak pada masa modern bakal lebih disempurnakan lagi menjadi tabel sistem periodik unsur.
Ilmu Alkimia yang dikembangkan oleh Al-Razi ini di publikasikan dalam buku komperehenshif yang membahas tentang Alkima, obat-obatan dan kedokteran, yang dikemudian hari pengaruhnya sangat besar terutama pada negara-negara seperti Yunani, India dan China.
4.                 Al-Tamimi Muhammad Ibn Amyal (Attmimi) 912 (Meninggal)
5.                 Ibn Miskawayh, Ahmed Abu Ali 930
6.                 Al Majrett’ti Abu al-Qosim 950
7.                 Ibn Wahshiyh, Abu Bakar 960 (Meninggal)
8.                 Al-Tuhra-ee, Al-Husain Ibn Ali1120 (Meninggal)
9.                 Al Jildaki, Muhammad Ibn Aidamer 1341 (Meninggal)
Referensi
Salman Iskandar, 99 Tokoh Muslim Dunia, 2007, Bandung: Mizan
http://azzein.wordpress.com/2011/10/19/biografi-jabir-ibn-hayyan-penemu-ilmu-kimia/






PENGARUH ISLAM DALAM MASYARAKAT MADINAH

PENGARUH ISLAM DALAM MASYARAKAT MADINAH

I.     PENDAHULUAN
Kota Yatsrib merupakan kota terpenting sesudah Makkah di Hijaz. Saat Nabi Muhammad SAW. hijrah kota ini berganti Madinah. Pada permulaannya islam, Yatsrib menjadi pusat pemerintahan.  Kota Madinah merupakan kota dimana Islam berkembang. Madinah sebelum kedatangan Islam keadaannya sama seperti kota-kota di Arab. Datangnya Islam di Madinah memberikan cahaya baru bagi kehidupan masyarakat Madinah yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Dalam perjalanannya mengemban wahyu Allah, Nabi memerlukan suatu strategi yang berbeda di mana pada waktu di Makkah Nabi lebih menonjolkan dari segi tauhid dan perbaikan akhlak tetapi ketika di Madinah Nabi banyak berkecimpung dalam pembinaan/pendidikan sosial masyarakat karena disana beliau diangkat sebagai Nabi sekaligus sebagai kepala negara. Dari uraian tersebut dapat merumuskan ke dalam permasalahan yaitu bagaimana kondisi masyarakat di Madinah, dan bagaimana pula pembangunan masyarakat Madinah.
II.  RUMUSAN MASALAH
A.       Bagaimana kondisi masyarakat Madinah saat Rasulullah hijrah?
B.       Bagaimana pembangunan masyarakat Madinah terhadap kepemimpinan Rasulullah?
III.   PEMBAHASAN
A.  Kondisi masyarakat Madinah saat Rasulullah hijrah
Dalam perjalanan ke Yatsrib, Nabi SAW. ditemani oleh Abu Bakar bersinggah di salah satu rumah kalsum bin Hindun dan di halaman rumahnya, dibangun  sebuah masjid. Tak lama kemudian, penduduk Yatsrib sangat antusias menyambut kedatangan Nabi SAW. Sebagai penghormatan terhadapnya. Sebagai tanda penghormatan kepada Nabi SAW., nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi (kota Nabi) atau Madinatul Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari sana islam memancarkan keseluruh dunia [1].
Tanggapan Penduduk Yatsrib memeluk agama islam dengan penuh ikhlas, serta dengan tulus membantu Nabi SAW dalam menyiarkan islam. Matahari islam pun bersinar di atas langit bersih kota Madinah dan cahayanya mulai memancar luas. Salah satu hasil pertamanya adalah keadaan perang yang telah lama mencekam dua kabilah A’us dan Khazaraj berubah menjadi damai dan persahabatan. Orang-orang mukmin Madinah dan kabilah-kabilah di wilayah Madinah pun memeluk agama islam. Undang-undang Allah pun di wahyukan dan kemudian diwujudkan serta dipraktekkan untuk sebagai bentuk perilaku jahat dibasmi dan diganti dengan kesalehan dan keadilan.
Kondisi masyarakat yang dihadapi Rasulullah SAW. pada saat hijrah dapat dibagi kepada tiga kelompok. Adapun tiga kategori kelompok masyarakat sebagai berikut :[2]
1.    Kategori kelompok pertama adalah Para sahabat yang suci, mulia, dan baik
Masalah yang di hadapi oleh Rasulullah SAW. dengan para sahabat pada kondisi kehidupan di Madinah, sangat berbeda dengan kondisi beliau hadapi di Mekkah. Sejak pertama kali datang, kaum Muslimin bisa memegang kendali atas diri dan urusan mereka. Mereka harus beradaptasi dengan kondisi baru, dengan peradaban, kemajuan, kehidupan perekonomian, perpolitikkan, pemerintahan, perdamaian, dan peperangan, pemilihan antara halal dan haram, ibadah dan akhlak serta permasalahan lainnya yang berhubungan dengan hidup dan kehidupan.
Masyarakat Madinah yang memiliki keistimewaan dibandingkan dengan tatanan masyarakat maupun di dunia sehingga meraka harus menjadi miniatur dan teladan bagi dakwah islamiyyah dengan berbagai bentuk rintangan, siksaan, serta tantangan dalam kurun waktu sepuluh tahun kedepan.
2.    Kategori kelompok kedua adalah orang-orang Musyrik yang tidak beriman sama sekali.
Mereka berasal dari berbagai kabilah di Madinah. Mereka tidak memiliki kekuasaan atas orang-orang muslimin. Namun di antara mereka ada yang dihinggapi keragu-raguan untuk meninggalkan agama leluhur mereka. Tetapi mereka tidak pernah berpikir untuk memusuhi kaum muslim.
Dalam waktu bersamaan, mereka pun merelakan agama leluhur mereka lalu memeluk islam. Diantara mereka masih menyimpan dendam permusuhan terhadap diri Rasulullah dan orang-orang islam, akan tetapi mereka tidak menampakkan hal tersebut secara langsung serta diantara mereka pun terpaksa menampilkan wajah rela, cinta, dan kemurnian karena berbagai pertimbangan.
3.    Kategori kelompok ketiga adalah orang-orang Yahudi
Mereka adalah golongan Yahudi. Ketika mereka berada di bawah tekanan bangsa Asyur dan Romawi, mereka cenderung berpihak kepada orang–orang Hijaz, walaupun pada dasarnya mereka adalah orang-orang Ibrani. Mereka berubah setelah bergabung dengan orang-orang Hijaz, dengan meniru gaya hidup mereka menjadi gaya hidup oang Arab, berbahasa Arab serta mengenakan pakaian seperti orang-orang Arab.
Mereka juga memelihara rasa fanatisme mereka sebagai orang Yahudi dan tidak mencair secara total dengan bangsa Arab. Bahkan mereka pun berbangga diri sebagai predikat mereka sebagai bani Israil (Yahudi) dan masih sempat meremahkan orang-orang Arab.
Mereka tidak terlalu berambisi untuk menyebar-luaskan agama yang dianutnya. Isi materi agama mereka berkutat pada masalah-masalah ramalan, nasib, sihir, mantera-mantera, hembusan pada buhul.
Mereka selalu trampil dalam masalah pencarian sumber kehidupan dan mata pencaharian. Mereka pun selalu menguasai perputaran bisnis biji-bijian, kurma, khamr, serta jual beli kain.
Di Madinah mereka mempunyai tiga kabilah yang terkenal, antara lain:
1.        Bani Qainuqa. Mereka adalah sekutu Khazraj, perkampungan mereka berada di dalam kota Madinah
2.        Bani Nadhir. Mereka adalah dulunya sekutu Khazraj yang bertempat pinggiran di kota Madinah
3.        Bani Quraidzah. Dulunya mereka dari sekutu Aus, dan bertempat tinggal di pinggiran kota Madinah.
Tiga kabilah inilah yang telah menyulut api peperangan antara Aus dan Khazraj sejak masa lampau. Mereka juga berperan atas terpecahnya Perang Bu’ats karena masing-masing bergabung dengan sekutunya
Kelompok mereka inilah tidak bisa di harapkan untuk melirik islam sebab mereka memandang islam dengan pandangan hasut dan kedengkian. Rasulullah SAW. tidak berasal dari ras mereka sehingga gejolak fanatisme rasial mereka telah cukup membuat mereka merasa tenang.
Dengan kata lain, kesatuan dari kabilah-kabilah Arab yang berada di Yatsrib akan tetap terpelihara dari berbagai cengkraman tipu muslihat Yahudi tidak akan berpengaruh dan bisnis perdagangan kotor mereka siap menghadapi kegagalan.
B.  Pembangunan masyarakat Madinah terhadap kepemimpinan Rasulullah.
Nabi SAW. resmi menjadi pemimpin penduduk kota Madinah, berbeda periode Makkah pada periode Madinah, islam merupakan kekuatan politik. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara.[3]
Nabi SAW. mengajarkan dan meletakkan pendidikan sebagai dasar-dasar kehidupan bermasyarakat sehingga dapat memperkokoh masyarakat Madinah sebagai negara baru itu.
Adapun  titik tekan pendidikan islam pada periode Madinah adalah
1.      Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan sosial dan politik. Dalam hal ini Nabi melaksanakan pendidikan sebagai berikut :
a.       Nabi mengikis sisa permusuhan dan pertengkaran antar suku dengan jalan mngikat tali persaudaraan di antara mereka
b.      Nabi menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk usaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti di Makkah
c.       Menjalin kerjasama dan tolong-menolong dalam membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur
d.      Shalat jum’at sebagai media komunikasi seluruh umat islam
2.      Pendidikan sosial dan kewarganegaraan dilaksanakan melalui :
a.       Pendidikan ukhuwah (persaudaraan) antar kaum muslimin
b.      Pendidikan kejahteraan keluarga kaum kerabat
3.      Pendidikan anak dalam islam. Rasulullah selalu mengingatkan kepada umatnya, antara lain :
a.       Menjaga diri dan anggota keluarga dari api neraka
b.      Meninggalkan anak dan keturunan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya menghadapi tantangan hidup
c.       Orang yang dimuliakan Allah adalah orang yang berdoa agar dikaruniai keluarga dan anak keturunan yang menyenangkan hati
4.      Pendidikan Hankam dakwah islam
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, Nabi meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat melalui :
Dasar pertama, dalam pembangunan masjid, selain untuk tempat shalat, juga sebagai sarana mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, disamping sebagai tempat bermusyawarah merunding masalah-masalah yang dihadapi. Masjid pada masa Nabi berfungsi sebagai pusat pemerintahan.
Dasar kedua, adalah ukhuwah Islamiyyah, persaudaraan sesama muslim. Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin, orang-orang yang hijrah dari Makkah ke Madinah dan Anshar, penduduk Madinah yang sudah masuk islam dan ikut membantu kaum Muhajirin
Dasar ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama islam. Di Madinah, selain orang-orang Arab islam, juga terdapat golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka.
Nabi SAW. mengadakan ikatan perjanjian dengan Yahudi dan bangsa Arab yang masih menganut agama nenek moyang. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas dikeluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Dalam perjanjian itu jelas disebutkan bahwa Rasulullah menjadi kepala pemerintahan karena sejauh menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak diberikan kepada beliau. Dalam bidang sosial, beliau juga meletakkan dasar persamaan antara sesama manusia. Perjanjian ini dalam pandangan tatanegaraan sekarang, sering disebut dengan Konstitusi Madinah [4].
Berikut ini isi perjanjian dari Nabi SAW. berlaku antara orang-orang mukmin dan muslim dari Quraisy dan Yatsrib serta siapapun yang mengikuti mereka menyusul di kemudian hari dan yang berjihad bersama mereka yaitu mereka adalah : [5]
1.    Mereka adalah masyarakat (umat) yang (mandiri) di luar golongan manusia lain (berbeda dari yang lain).
2.    Orang-orang Muhajirin dari Quraisy dengan kebiasaan mereka sebelumnya harus saling bekerja sama dalam membayarsuatu tebusan. Semua orang mukmin harus menebus orang yang ditawan dengan cara baik dan adil.
3.    Orang mukmin tidak boleh meninggalkan tanggung jawabnya terhadap agama dan keluarganya di antara mereka. Hendaknya dia memberi dengan cara yang baik dalam membayar tebusan kebebasan tawanan.
4.    Orang-orang mukmin yang bertaqwa harus melawan orang-orang yang berbuat dzalim, berbuat jahat dan kerusakan diantara mereka sendiri.
5.    Mereka harus melawan hal seperti itu secara bersama-sama, walaupun dia adalah anaknya sendiri
6.    Seorang mukmin tidak boleh membunuh seorang seorang mukmin yang  lain demi membela orang kafir.
7.    Seorang mukmin tidak boleh menolong orang kafir dan mengabaikan orang mukmin lainnya.
8.    Jaminan Allah hanyalah satu, orang yang paling lemah sekali pun berhak memperoleh perlindungan
9.    Jika ada orang-orang Yahudi yang mengikuti kita maka mereka berhak mendapat pertolongan dan persamaan hak, tidak boleh dizalimi dan ditelantarkan.
10.    Perdamaian orang-orang mukmin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh melakukan perdamaian sendiri sementara mukmin yang lainnya tengah berperang di jalan Allah. Mereka harus sama dan adil.
11.    Seorang mukmin harus menampung mukmin yang lainnyasehingga darah mereka terlindungi di jalan Allah.
12.    Orang Musyrik tidak boleh melindungi harta dan diri orang Quraisy serta mereka tidak boleh merintangi orang-orang mukmin.
13.    Siapa pun yang  membunuh orang mukmin yang tidak bersalah, dia harus mendapat hukuman yang setimpal, kecuali jika wali orang yang terbunuh merelakannya.
14.    Semua orang mukmin harus membelanya tidak boleh hanya berpangku tangan saja.
15.    Orang mukmin tidak boleh menampung dan membantu orang jahat.
Barang siapa yang melakukannya. Dia akan mendapatkan laknat dan kemurkaan Allah pada hari kiamat dan tidak ada tebusan yang bisa diterima.
16.    Perkara apa pun yang kalian perselisihkan harus dikembalikan kepada Allah dan Muhammad SAW.
Sejalan dengan perkembangan awal umat Islam, nabi kemudian menyusun aturan kemasyarakatan yang lebih luas cakupannya. Melalui beberapa kali musyawarah dengan berbagai kelompok penduduk Madinah, akhirnya dirumuskan aturan yang dibakukan secara tertulis yang dikenal sebagai Piagam Madinah (as-Shahifah al-Madaniyyah atau al-Misaq al-Madaniyah)[6].
Piagam ini berfungsi sebagai semacam undang-undang politik kemasyarakatan bagi semua golongan yang ada di  kota tersebut. Di dalamnya tertuang aturan-aturan yang berkenaan dengan orang-orang Muhajirin, Anshar, dan Yahudi yang bersedia hidup berdampingan dengan kaum muslim.
Piagam ini bersifat terbuka,selalu dapat ditambahkan dengan rumusan aturan baru sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Dalam perkembangannya, Piagam Madinah berisis empat bagian yang terdiri atas 70 pasal. Piagam ini tidak ditulis dalam waktu yang bersamaan; antara pasal-pasal pada suatu bagian lain sering terdapat pengulangan atau penjelasan lebih terperinci tentang persoalan yang sudah dikandung dalam bagian lain.
Dari ringkasan 70 pasal Piagam Madinah, terdapat beberapa asas yang dapat dianut yaitu:  
a.       Asas kebebasan beragama
Negara mengakui dan melindungi setiap kelompok untuk beribadah menurut agamanya masing-masing.
b.      Asas persamaan
Semua orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota masyarakat, wajib saling membantu dan tidak boleh seorangpun dilakukan secara buruk. Bahkan orang lemahpun harus dilindungi dan dibantu.
c.       Asas kebersamaan
Semua anggota masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap negara.
d.      Asas keadilanSemua anggota masyarakat mempunyai kedudukan yang sam di hadapan. Hukum harus ditegakkakn. Siapapun yang melanggar harus dikenai hukuman. Hak individual diakui. 
e.       Asas perdamaian dan keadilan  
f.       Asas musyawarah
Menurut Syadzali menguraikan bahwa dasar-dasar kenegaraan yang ter dapat dalam Piagam Madinah adalah pertama, umat islam merupakan satu komunitas islam (umat) meskipun berasal dari suku yang beragam. Kedua, hubungan antara sesama anggota komunitas islam dan antara anggota komunitas-komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsip : a). Bertetangga baik, b). Saling membantu dalam menghadapi musuh, c). Membela mereka yang teraniaya, d). Saling menasehati, dan e). Menghormati kebebasan beragama  [7]
IV.   KESIMPULAN
Dari pembahasan tersebut, dapat disimpulkan dari sisi kondisi masyarakat Madinah saat Nabi berhijrah ke Madinah adalah masyarakat Madinah menyambut rasa penuh kegembiraan dan antusias diantaranya ada tiga kategori kelompok masyarakat Madinah saat Rasulullah berhijrah yaitu:
1.              Kategori kelompok pertama adalah Para sahabat yang suci, mulia, dan baik
2.              Kategori kelompok kedua adalah orang-orang Musyrik yang tidak beriman sama sekali.
3.              Kategori kelompok ketiga adalah orang-orang Yahudi
Dalam pembangunan masyarakat Madinah terhadap kepemimpinan Rasulullah terdapat beberapa titik tekan pendidikan islam periode Madinah yaitu:
1.              Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan sosial dan politik.
2.              Pendidikan sosial dan kewarganegaraan
3.              Pendidikan anak dalam islam.
4.              Pendidikan Hankam dakwah islam
Dalam perkembangan umat islam, Nabi membuat aturan kemasyarakatan dari kelompok penduduk Madinah yang dikenal dengan Piagam Madinah. Piagam Madinah dibuat untuk mempersatukan orang-orang Muhajirin, Anshar, dan Yahudi supaya hidup berdampingan dengan kaum muslim.
V.      PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami susun. Segala kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan karena kami hanyalah manusia biasa yang jauh dari kesempurnaan. Harapan kami dengan disusunnya makalah ini, pembaca maupun pendengar dapat memahami materi yang disampaikan, sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin

















DAFTAR PUSTAKA
Shafiyyurahman al-Mubarakfury, Syaikh 2007, Shahih Sirah Nabawiyah, Bandung : Darul Aqidah
Supriyadi, Dedi. 2008.  Sejarah Peradaban Islam. Bandung : Pustaka Setia.
Syukur, Fatah, 2009,  Sejarah Peradaban Islam, Semarang : Pustaka Riski Putra.
Yatim, Badri, 2003, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Grafindo Persada.











[1]               Dr. Badri Yatim, M.A, 2003, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada), hlm 25.
[2]               Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfury. 2007, Shahih Sirah Nabawiyah, (Bandung : Darul Aqidah), hlm 222-226.
[3]               Drs. Fatah Syukur NC., M.Ag, 2009,  Sejarah Peradaban Islam, (Semarang : Pustaka Riski Putra), hlm 38-41
[4]               Dr. Badri Yatim, M.A, 2003, Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta: Grafindo Persada), hlm 26
[5]               Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfury. 2007, Shahih Sirah Nabawiyah, (Bandung : Darul Aqidah), hlm 236-237

[7] Dedi Supriyadi, M.Ag,. 2008.  Sejarah Peradaban Islam. (Bandung : Pustaka Setia), hlm 65